Sabtu, 08 Desember 2012

Sapi Shanzabeh, Singa dan Dimnah yang Ambisius (Bagian Pertama)

Alkisah, hari itu hujan turun dengan derasnya. Kafilah yang sedang berlalu dengan susah payah melanjutkan perjalanannya. Di tengah kafilah itu nampak seekor sapi bernama Shanzabeh yang kelihatan sangat letih. Ia tak lagi mampu menggerakkan kaki. Pemilik karavan yang mengkhawatirkan barang-barang dagangannya mengambil keputusan pintas yaitu melepaskan sapi tersebut di tempat itu. Dia memanggil salah seorang pelayan dan memerintahkannya untuk menemani Shanzabeh melepas lelah. Dia berpesan kepadanya untuk menyusul setelah hujan reda dan Shanzabeh bisa berjalan lagi. Beberapa jam setelah itu, hujanpun reda. Tapi Shanzabeh masih belum bisa berjalan. Sementara, sang pelayan dicekik oleh rasa lapar dan dahaga. Dia juga mulai dicekam rasa takut menyaksikan mentari yang mulai tenggelam di ufuk Barat. Akhirnya, dia memutuskan untuk meninggalkan Shanzabeh di tempat itu. Ia menyusul kafilah yang sudah beristirahat di satu tempat. Pemilik kafilah yang melihat pelayannya datang tanpa Shanzabeh bertanya, "Dimana sapiku?" Pelayan itu menundukkan kepala seakan-akan tengah bersedih, dan menjawab, "Shanzabeh mati karena terlalu letih dan lapar. Aku terpaksa meninggalkannya." Jawaban itu membuat sedih pemilik kafilah. Setelah terdiam sejenak dia berkata, "Baiklah kalau begitu. Tak ada jalan lain." Di lain tempat, Shanzabeh yang merasa ajalnya sudah dekat berusaha bangkit. Dengan terseok-seok dia berjalan hingga sampai di sebuah padang yang dipenuhi rumput-rumput segar dan sebuah mata air yang jernih. Dengan hati yang berbunga-bunga dia segera melahap rumput-rumput yang ada di hadapannya. Setelah puas dia menuju mata air dan meminum airnya yang bening dan segar. Perlahan-perlahan ia kembali bugar. Beberapa hari berlalu. Shanzabeh yang merasa hidup di surga tak mampu menyembunyikan kegembiraannya. Ia berteriak sekuat-kuatnya untuk meluapkan kesenangan hatinya. Suara Shanzabeh didengar oleh singa yang menguasai hutan dekat padang rumput tersebut. Semua binatang di sana dari serigala hingga kelinci tunduk kepadanya. Singa yang tak pernah mendengar suara sapi sekeras itu terkejut. Hatinya berdetak kencang. Rasa takut mulai menggerogoti dirinya. Ia berlari masuk ke dalam istananya. Singa tak mau ada yang melihatnya ketakutan. Singa berkata dalam hati, "Hewan dengan suara seperti ini pasti punya tubuh yang besar dan kuat. Tapi aku tidak takut berhadapan dengannya." Namun, apapun yang dilakukannya, rasa takut itu tak mau pergi. Di hutan itu hidup pula dua rubah bernama Kalilah dan Dimnah. Dimnah yang lebih besar punya kecerdasan yang luar biasa. Ia sangat peka melihat keadaan sekitar. Tak heran jika ia cepat menangkap apa yang bakal terjadi. Sejak beberapa hari, ia tak melihat singa keluar dari istana untuk mengontrol keadaan di hutan itu. Hal itu memancing rasa curiga Dimnah. Dalam hati ia berkata, "Pasti ada sesuatu. Aku harus tahu apa yang terjadi" Iapun pergi menemui sahabatnya yang bernama Kalilah. Kepada sahabatnya itu dia bertanya, "Apakah engkau tidak menyadari sesuatu dalam beberapa hari ini?" Kalilah menjawab, "Apa yang kau maksudkan?" Dimnah menjelaskan, "Sejak beberapa hari lalu, singa tidak keluar dari istananya. Aku yakin ada masalah. Ah, aku penasaran ingin segera mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan singa." Kalilah yang faham akan tabiat sahabatnya itu berkata, "Kau ini ada-ada saja. Itu bukan urusanmu. Singa adalah raja hutan dan kita semua ini pelayannya. Jangan campuri urusan para pembesar jika tak ingin dapat masalah." Dimnah menatap mata Kalilah dengan tajam dan berkata, "Berpikirlah yang logis. Aku tidak puas jadi pelayan. Aku ingin mencapai kedudukan yang lebih tinggi. Misalnya, menjadi penasehat raja. Bukan terus menerus sebagai pelayan." Kalilah menertawakan sahabatnya dan berujar, "Bermimpi juga ada batasannya. Puaslah dengan apa yang kau dapat." Dimnah menjawab, "Tidak semudah itu. Aku harus pergi ke istana menemui singa dan berbicara langsung dengannya." Kalilah berusaha meyakinkan Dimnah untuk mengurungkan niatnya. Tapi usahanya sia-sia. "Baiklah kalau kau tak mau mendengar nasehatku. Sebagai sahabat, aku hanya menginginkan kebaikanmu." Dimnah segera meninggalkan rumah Kalilah dan pergi menemui singa. Dia sudah melatih diri dengan kata-kata yang akan disampaikan kepada sang raja. Setelah mendapat izin dari penjaga istana, ia menuju ke ruang utama. Matanya terkesima menyaksikan hiasan yang ada istana yang baru pertama kali ini ia kunjungi. Nampak di ruang utama sang raja sedang duduk bersama beberapa penasehatnya. Melihat Dimnah, Singa bertanya kepada harimau yang duduk di sampingnya. "Siapa itu?" Harimau yang memang mengenal Dimnah menjawab pertanyaan sang raja. Singa menganggukkan kepala dan berkata, "Aku kenal ayahnya." Dengan suaranya yang keras, singa memanggil Dimnah untuk menghadap. Dimnah menunduk hormat dan maju beberapa langkah ke depan. Sang raja berkata lagi, "Dimana saja kau selama ini dan apa kerjamu?" Dimnah menjawab, "Dimanapun aku berada aku selalu berada di bawah naunganmu. Sudah lama aku berharap bisa bertemu denganmu, dan hari ini aku memperoleh kesempatan ini. Aku siap mengabdi dan menjalankan tugas." Singa senang mendengar kata-kata Dimnah. "Kau adalah hewan yang cerdas. Kapanpun kau mau, kau bisa datang ke istana ini." Singa lalu meninggalkan Dimnah dan masuk ke dalam. Dimnah sendiri berpamitan dan pergi meninggalkan istana. Malam itu, Dimnah tak bisa memejamkan mata. Pikirannya melayang kemana-mana. Esok harinya, dia kembali pergi ke istana. Setelah berbasa-basi sejenak dengan penjaga, ia masuk ke dalam istana. Saat itu, Singa sedang duduk sendiri di ruang utama. "Kesempatan yang paling tepat," katanya dalam hati. Dimnah maju mendekat. Setelah mengucapkan salam hormat ia berkata, "Tuanku! Kemarin aku datang untuk menanyakan sesuatu kepadamu. Tapi kuurungkan niatku karena banyak hewan lain di sekelilingmu." Singa mengarahkan pandangannya kepada Dimnah dan bertanya, "Ada apa gerangan?" Dimnah menjawab, "Tak ada yang istimewa. Dan aku berharap tak ada peristiwa penting apapun yang terjadi. Aku sering melihat raja berjalan-jalan di luar istana. Tapi mengapa dalam beberapa hari ini raja tidak pergi keluar istana seperti biasanya? Jika diizinkan aku ingin tahu penyebabnya." Singa sebenarnya terkejut mendengar pertanyaan itu. Tapi ia berusaha menutupi keterkejutannya. Dalam hati ia berkata, "Benar-benar cerdas hewan ini. Hanya dia yang menyadari kegelisahanku." Singa membuka mulutnya dan berkata, "Tak ada yang khusus. Aku hanya merasa kurang sehat dan perlu istirahat." Mendadak Shanbazeh yang sedang berjalan-jalan di sekitar hutan itu melenguh dengan suara yang keras. Singa kembali dihantui rasa takut. Tapi ia berusaha menyembunyikan rasa takutnya. Terlambat. Dimnah cukup cerdas membaca suasana. Ia sekarang mengerti apa yang membuat raja tak keluar istana dalam beberapa hari ini.(IRIB Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar