Sabtu, 08 Desember 2012

Sapi Shanzabeh, Singa dan Dimnah yang Ambisius (Bagian Kelima, Habis)

Sebelumnya telah dikisahkan seekor sapi bernama Shanzabeh yang tersesat hingga tiba di suatu hutan yang subur. Ia berkenalan dengan singa, raja hutan, lewat rubah yang bernama Dimnah. Dimnah yang ambisius dibakar oleh rasa iri yang sangat ketika mengetahui bahwa singa menjadikan Shanzabeh sebagai penasehat khususnya. Akhirnya Dimnah memutuskan untuk menyingkirkan Shanzabeh dengan tipuan liciknya. Ia menebar fitnah kebencian di antara singa dan Shanzabeh. Shanzabeh pun mati di tangan singa. Suatu malam, harimau, guru khusus raja, sedang berjalan menuju rumahnya. Di dekat rumah Kalilah dan Dimnah, ia mendengar percakapan kedua rubah itu tentang Shanzabeh yang mati tanpa salah. Kini harimau tahu bahwa semua ini adalah salah Dimnah. Dimnahlah yang merencanakan pembunuhan atas diri Shanzabeh. Harimau menceritakan apa yang didengarnya kepada ibu raja. Ibu singa segera pergi ke istana. Dilihatnya sang raja sedang duduk sendiri dalam kesedihan. Setelah sedikit menghibur anaknya yang tampak sangat sedih, sang ibu berkata, "Aku datang kemari untuk membicarakan satu hal denganmu. Ada seseorang yang sangat terpercaya datang kepadaku dan menyampaikan berita yang sangat penting ini. Ia mengatakan bahwa Shanzabeh tidak bersalah." Singa mendengar dengan seksama apa yang diceritakan oleh ibunya. Mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, singa semakin menyesali perbuatannya. Dengan amarah memuncak ia berkata, "Gampang sekali aku membunuh Dimnah. Aku tinggal memerintahkan beberapa prajurit untuk membunuhnya. Tapi aku tidak mau tergesa-gesa membuat keputusan. Dimnah harus diadili." Singa memerintahkan beberapa pengawal istana untuk memanggil Dimnah dan membawanya menghadap raja. Tak lama kemuian mereka sudah tiba di istana. Dimnah mengira bahwa raja akan memberinya kedudukan sebagai penasehat khusus. Tapi alangkah terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa raja sedang marah besar. Dalam hati ia bertanya-tanya, mungkinkah singa mengetahui hakikat apa yang terjadi? Tapi dari siapa, dan siapa yang membocorkan rahasia ini? Ia memutar otak tapi tak ada jawaban yang ia dapatkan. Dimnah semakin cemas ketika menyaksikan semua penasehat raja ada di ruang utama istana. Untuk mengusir kepanikannya, Dimnah mengucapkan salam, "Salam sejahtera untuk Singa, Raja Hutan." Ibu raja menghardiknya, "Tak perlu kau menjilat. Raja sudah mengetahui apa yang kau lakukan, hai binatang licik!" Dimnah yang mulai dicekam rasa takut, mendekati singa dan berkata, "Tuanku, ada masalah apa? Kesalahan apa yang sudah kulakukan?" Kembali ibu singa menyela, "Semua sudah tahu bahwa Shanzabeh tak berdosa. Apa yang kau sampaikan kepada raja tentang sapi itu hanya bohong belaka, dan itu karena kau dengki kepadanya. Kau sudah berbuat licik untuk menyingkirkan Shanzabeh." Singa hanya duduk terdiam sambil mengibaskan ekor berulang-ulang karena amarahnya yang memuncak. Sejenak kemuian ia memerintahkan anak buahnya untuk menjebloskan Dimnah ke penjara. "Kurung ia sampai pengkhianatannya terbukti," perintah raja. Dimnah kembali berusaha membujuk dan mengelabuhi singa. Ia berkata, "Tuanku, aku sama sekali tidak bersalah. Semua yang dikatakan tentang diriku tidak benar. Tapi baiklah. Aku sangat senang jika dilakukan penyelidikan atas kasus ini." Ia sengaja mengumbar kata-kata itu untuk mengelabuhi raja dan mereka yang hadir. Tapi ibu raja menyeringai dan memotong kata-kata rubah yang licik itu. Kata ibu raja kepada anaknya, "Jika hari ini kau lepaskan Dimnah yang sudah melakukan kejahatan, besok akan ada lagi yang berani melakukan kesalahan dan pengkhianatan, karena merasa mudah mendapatkan ampunan darimu." Singa mengulang perintahnya untuk segera menyeret Dimnah ke penjara. Setelah Dimnah dibawa keluar ruangan istana, ibu raja berkata, "Aku sering mendengar berita tentang kelicikan Dimnah. Tapi sekarang yakin bahwa apa yang selama ini kudengar memang benar. Andaisaja aku ada saat itu tentu tak akan kubiarkan peristiwa ini terjadi. Dimnah harus secepatnya mendapat balasan." Raja mengangguk membenarkan kata-kata ibunya. Tapi ia tetap pada keputusannya untuk memproses kasus ini lewat pengadilan. Berita masuknya Dimnah ke penjara didengar oleh Kalilah sahabatnya. Ia sedih atas apa yang terjadi. Kalilah menemui Dimnah di penjara. Melihat keadaan sahabatnya di penjara, Kalilah tak mampu menahan diri. Ia menangis. Katanya, "Aku sudah berulang kali menasehatimu. Tapi kau tak pernah mau mendengarnya. Padahal jika kau mau mendengarnya, Shanzabeh tak akan terbunuh dan kaupun tidak berada di tempat ini." Dimnah dengan suara yang parau menjawab, "Kau memang selalu benar. Mataku sudah dibutakan oleh kedengkian dan ambisi untuk memperoleh kedudukan terhormat di sisi raja. Sudahlah. Jangan bersedih aku memang harus menanggung akibat perbuatanku." Kalilah berkata lagi, "Kalau kau mau, aku bisa mendatangi singa dan memintakan ampunan untukmu. Setidaknya kau mengaku. Itu lebih baik, dan mungkin raja akan meringankan hukumanmu." Percakapan kedua sahabat itu didengar oleh seekor binatang lain yang ada di sel sebelah. Esok harinya, pengadilan atas diri Dimnah resmi digelar. Hakim mengumpulkan seluruh penghuni hutan dan meminta siapa saja yang mengetahui kisah sebenarnya untuk memberi kesaksian. Tak ada satupun yang bangkit menjawab pertanyaan hakim. Tak ada yang mengaku mengetahui masalah yang sebenarnya. Kalilah yang juga hadir dalam persidangan memilih berdiam diri. Ia bingung harus berbuat apa. Dari satu sisi ada yang terbunuh tanpa salah dan di sisi lain, yang menjadi terdakwa adalah Dimnah, sahabatnya sejak kecil. Tak mungkin ia memberi kesaksian yang memberatkan sahabatnya. Melihat suasana seperti itu, Dimnah seperti mendapat angin dan berkata, "Tuan hakim! Jika aku bersalah, diamnya semua yang hadir ini pasti membuatku senang. Tapi karena aku tidak bersalah maka aku yakin bahwa semua itu akan terbukti." Hari itu, pengadilan ditutup tanpa keputusan. Dimnah kembali dibawa ke penjara. Keesokan harinya, Ruzbeh, salah seorang sahabat Dimnah datang menemuinya di penjara untuk menyampaikan berita kematian Kalilah. Kalilah mati karena tak tahan dengan kesedihannya. Dimnah seperti disambar petir. Ia kehilangan sahabat yang paling dekat. Ia menyesali karena tak mau mendengarkan nasehat sang sahabat. Dalam hati ia berkata, "Kalilah pasti mati karena sedih menyaksikan keberadaanku di penjara. Sementara ia juga sedih karena melihat kematian Shanzabeh yang tak berdosa." Hari itu, Hakim kembali mengumpulkan semua penghuni hutan. Pertanyaan kemarin diulanginya lagi. Hening. Tak ada yang menyatakan mengetahui akan masalah yang terjadi. Kepada Dimnah hakim berkata, "Memang tak ada yang mengetahui masalah yang sebenarnya terjadi. Tapi ketahuilah bahwa semua yang hadir dalam hati mereka bersaksi bahwa Shanzabeh tidak bersalah. Mereka semua yakin bahwa ia terbunuh karena fitnah dan kelicikanmu. Bagaimana kau bisa hidup di tengah masyarakat yang kesemuanya memandang dirimu sebagai binatang yang licik dan jahat? Lebih baik kau mengaku karena masih ada kesempatan. Mungkin aku akan meringankan hukumanmu." Dimnah teringat akan kata-kata terakhir Kalilah yang memintanya untuk mengaku, sejenak ia ingin melaksanakan nasehat terakhir sahabatnya. Tapi mendadak ia berubah pikiran. Dalam hati ia berkata, "Sekarang Kalilah sudah mati. Jadi tak ada yang tahu rahasia ini." Kepada hakim Dimnah berkata, "Tuan hakim, aku tidak bersalah." Tak ada jalan bagi hakim kecuali memutuskan bahwa Dimnah tidak bersalah. Ia menulis laporan sidang kepada raja dan meminta raja untuk membuat keputusan terakhir. Laporan hakim dibaca oleh ibu singa. Ia marah besar. Melihat kemarahan ibunya, singa berkata kepadanya, "Ibu. Aku tak bisa membuat keputusan yang tidak adil, tak ada yang bersaksi akan kesalahan Dimnah. Karena itu, kumohon katakan kepadaku siapa yang memberitahumu akan kelicikan Dimnah, supaya aku bisa membuat keputusan yang adil." Sang ibu berpikir sejenak dan menjawab, "Baiklah. Aku akan berbicara dulu dengan yang memberitahuku." Sang ibu mendatangi harimau dan menceritakan apa yang terjadi seraya memintanya untuk bersaksi. Harimau akhirnya setuju. Ia segera menemui raja dan menceritakan apa yang didengarnya malam itu di rumah Kalilah dan Dimnah. Ketika berita kesaksian harimau tersebar, seekor hewan yang berada di sel sebelah Dimnah memanggil penjaga penjara. Katanya, "Sampaikan kepada raja bahwa aku juga akan bersaksi." Tahanan itu dibawa menghadap raja. Setelah mendengar penuturan tahanan itu, raja bertanya kepadanya, "Mengapa baru sekarang kau mau bersaksi." Ia menjawab, "Kukira hanya aku yang tahu. Kesaksian satu orang tidak ada gunanya. Setelah mengetahui bahwa harimau bersaksi maka akupun memberanikan diri." Akhirnya, singa membuat keputusan bulat. Ia memerintahkan penjaga penjara untuk tidak memberi Dimnah makanan dan minuman. Rubah licik itu akhirnya mati kelaparan dan kehausan di dalam penjara dan mendapatkan balasan atas kejahatannya.(IRIB Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar