Sabtu, 08 Desember 2012

Sapi Shanzabeh, Singa dan Dimnah yang Ambisius (Bagian Ketiga)

Kisah tentang seekor sapi bernama Shanzabeh yang tersesat hingga tiba di suatu hutan yang subur. Di hutan yang dikuasai oleh singa itu hidup pula dua rubah bernama Kalilah dan Dimnah. Dimnah sangat cerdas dan ambisius. Untuk mewujudkan ambisinya menjadi penasehat raja ia membawa Shanzabeh menghadap singa. Singa sangat terkesan dengan pertemuan itu dan meminta Shanzabeh untuk tinggal di hutan ini dan di istananya. Hubungan keduanya sangat akrab, sampai singa mengangkat Shanzabeh sebagai penasehat khususnya. Apa yang terjadi justeru di luar dugaan Dimnah. Karena itu ia dibakar oleh rasa iri yang sangat hingga memutuskan untuk mencelakakan Shanzabeh. Kalilah, sahabat Dimnah berulang kali menasehatinya untuk menahan diri dan tidak terbawa oleh emosi kedengkian. Nasehatnya sia-sia. Suatu hari, Dimnah mendatangi istana raja hutan. Dilihatnya singa, sang raja sedang duduk sendiri. "Inilah waktunya," kata Dimnah dalam hati. Iapun datang mendekat. Melihat kedatangan Dimnah, singa tersenyum dan berkata, "Kemana saja kau? Mengapa jarang kemari? Ada berita apa?" Dimnah tersenyum dan berkata, "Ada satu kejadian yang tidak menyenangkan. Engkau tak akan senang mendengarnya dan akupun tidak berani mengatakannya." Singa bertanya-tanya. Ia menduga ada bahaya yang mungkin datang. Ia mengaum dan berkata lagi, "Katakan, ada apa?" Dimnah menjawab, "Sejak mendengar berita ini, aku tak bisa tenang. Tapi karena merasa sebagai abdimu, aku harus menyampaikannya kepadamu." Singa yang sudah penasaran mendesak Dimnah untuk segera mengatakannya. Dimnah sedikit menarik nafas dan berkata, "Aku mendengar ada konspirasi untuk mencelakakan dirimu, Tuan. Tapi aku hanya akan menyampaikannya jika keselamatanku dijamin." Raja menjawab, "Tenang saja. Keselamatanmu kujamin." Dimnah mulai bercerita, "Aku mendengar bahwa salah seorang penasehatmu yang terdekat, yaitu Shanzabeh, merencanakan makar terhadapmu. Bersama beberapa binatang lainnya, mereka hendak memberontak dan membunuhmu." Singa bertanya lagi, "Shanzabeh? Tidak mungkin. Tidak mungkin ia merencanakan konspirasi seperti itu terhadap diriku. Lagi pula dengan alasan apa dia ingin memberontak dan membunuhku? Selama ini aku selalu ramah dan menjamunya dengan baik. Akupun tidak pernah mengatakan sesuatu yang bisa menyinggung perasaannya." Dimnah mengangguk dan mengatakan, "Benar yang kau katakan. Tapi begitulah tabiat mereka yang tak mengenal budi. Setelah memperoleh pangkat mereka akan melupakan segalanya, bahkan lupa siapa diri mereka sebelumnya. Termasuk Shanzabeh. Andai saja engkau tidak memperlakukannya sedemikian ramah sehingga tak membuatnya berani membuat makar terhadapmu." Kata-kata Dimnah sedikit demi sedikit masuk ke hati singa. Sang raja bertanya, "Apa yang harus kulakukan?" Kata-kata itulah yang dinantikannya. Sambil melirik kanan dan kiri untuk meyakinkan bahwa tak ada yang mendengar percakapan mereka, Dimnah berkata, "Tuanku! Gigi yang rusak harus dicabut. Musuh yang dikhawatirkan bisa berbahaya dan berkhianat harus disingkirkan." Singa berpikir sejenak dan berkata, "Lebih baik kukirim seseorang untuk menemuinya dan menyampaikan kepadanya bahwa raja sudah mendengar rencana makar itu dan memintanya untuk segera meninggalkan hutan ini." Dimnah terdiam sesaat. Dalam hati ia berkata, "Jika singa mengirimkan orang untuk menemui Sanzabeh, maka ia akan tahu bahwa ini hanya berita bohong. Itu berarti, mimpi menjadi penasehat raja tak akan pernah terwujud. Bahkan kemungkinan aku yang bakal diusir dari hutan ini. Jangan. Jangan sampai terjadi." Dimnah angkat suara, "Tidak seharusnya engkau mengirimkan utusan untuk menemui Shanzabeh. Ia tidak tahu bahwa berita tentang konspirasinya sudah sampai ke telingamu. Kalau ia tahu, kemungkinan ia akan melakukan tindakan lebih cepat atau ia akan meninggalkan hutan ini diam-diam. Jika itu terjadi, penduduk hutan ini akan curiga, ada apa dengan penasehat raja yang tiba-tiba meninggalkan hutan ini. Sementara, mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tindakan terbaik adalah membiarkan masyarakat tahu akan niat jahatnya. Jika ia datang, kau harus waspada, jangan sampai ia melaksanakan rencana jahatnya." Singa mengernyitkan dahi dan bertanya, "Berarti Shanzabeh benar-benar ingin melaksanakan niatnya?" Dimnah berkata lagi, "Yang kudengar, ketika berada di sisimu ia akan menoleh ke kanan dan ke kiri. Ini adalah tanda yang ia berikan kepada rekan-rekannya sesama pemberontak untuk melaksanakan rencana mereka. Jika ia melakukan itu, maka saatnya bagimu untuk membungkamnya." Kata-kata Dimnah didengar dengan seksama oleh raja hutan. Dimnah yang berhasil menanamkan kebencian di hati singa mohon diri untuk meninggalkan istana. Dalam hati ia menertawakan kebodohan singa yang dengan mudahnya dipedaya oleh kata-katanya. Ia kini mencari Shanzabeh untuk melaksanakan tahap kedua dari fitnah yang ia tebar. Shanzabeh senang sekali berjumpa dengan Dimnah. Dimnah menunjukkan wajah sedih di depan sang sapi. Shanzabeh bertanya, "Ada apa denganmu, sahabatku? Wajahmu murung." Dimnah menjawab, "Hatiku sedih." Shanzabeh bertanya lagi, "Apa yang bisa kulakukan untukmu?" Dimnah menjawab, "Sulit aku menceritakannya. Tapi apa boleh buat. Kau harus mendengarnya. Beberapa saat yang lalu aku bertemu dengan tuan raja. Ia sepertinya ingin membunuhmu. Singa mengatakan bahwa ia sudah cukup menjamumu dan tubuhmu juga sudah semakin gemuk. Kini waktunya untuk membunuhmu dan menyantap dagingmu yang lezat. Aku mengatakan kepada singa, bahwa sebagai raja ia tidak boleh berbuat seperti itu. Tapi singa mengatakan bahwa setiap kali duduk di dekatmu ia terbayang-bayang akan nikmatnya daging sapi. Sekarang dia sudah tidak bisa lagi menahan diri. Nasehatku tidak ia dengar. Aku sedih dan sekarang datang menemuimu untuk menasehatimu supaya berhati-hati." Shanzabeh terkejut mendengar cerita Dimnah. Ia berkata, "Aku tidak bisa percaya begitu saja dengan kata-katamu. Sulit dipercaya bahwa singa ingin membunuhku. Ia begitu akrab denganku." Dimnah menyela, "Benar. Sulit dipercaya. Tapi ini fakta. Ragukah kau dengan kesetiaanku sebagai sahabatmu?" Shanzabeh tenggelam dalam pikirannya. Ia menduga bahwa Dimnah berkata jujur. Katanya, "Tenanglah sahabat. Aku percaya dengan kesetiaan dan kejujuranmu. Aku hanya terkejut mendengarnya. Tapi, walau bagaimanapun aku mesti menemui singa dan berbicara dengannya." Dimnah senang sebab Shanzabeh sudah masuk dalam jebakannya. Ia berkata, "Memang lari tidak ada gunanya. Lebih baik kau menemui singa supaya tak ada yang berpikiran buruk terhadap dirimu. Hanya saja ikuti kata-kataku. Di istana, kau harus berhati-hati. Sebab mungkin saja singa akan menyerangmu." Dimnah melanjutkan, "Ketika singa hendak menyantap korbannya ia akan duduk tegap dan berulang kali menggerak-gerakkan ekornya. Jika ia melakukan itu berarti ia memang hendak menyantapmu." Shanzabeh berterima kasih kepada Dimnah atas nasehatnya. Dimnah berpamitan dengan Shanzabeh dan merasa bahwa apa yang direncanakan sudah berhasil. Kini ia hanya menunggu hasilnya.(IRIB Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar